Assalamu’alaikum...
Perkenalkan teman-teman, ini adalah sebuah cerpen yang kurangkai dari
pengalaman teman-temanku, ku kolaborasikan dengan imajinasiku agar tak terlihat
seperti kisah nyata. Tapi sebenarnya tidak nyata juga sih, karena di dalamnya
banyak adegan-adegan hasil imajinasiku sendiri, pun ceritanya ku diskripsikan
pasangan yang sudah menikah. Penasaran ?? ayo lanjut Cinnnnn... Oya jangan lupa
juga sediain tisue yang banyak yah. Selamat membaca Sahabat...
Cinta itu butuh kesabaran, butuh
pengertian, butuh perjuangan, juga butuh keikhlasan... Sampai dimanakah kita harus bersabar
menanti cinta kita ?? Hari
itu... Aku bersama
pacarku berkomitmen untuk
menjaga cinta kita. Aku
menjadi perempuan yg paling bahagia...
Singkat cerita,
kamipun menikah. Pernikahan
kami sederhana namun meriah. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu. Aku
bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan
pula. Ketika kami
berpacaran dulu, dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di
tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu.
Dan setelah
menikah, aku mengajaknya untuk umroh & menunaikan rukun Islam yang kelima ke
tanah suci. Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku.
Sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku. Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi.
Sangat terlihatsekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah
dengannya.
========================================
Lima tahun berlalu
sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan
walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa
memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga
kami. Karena dia anak lelaki
satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan
penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat
itu suamiku mendukungku. Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk
menjaga titipan-Nya. Tapi
keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak
menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka,
namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku. Didepan suami ku
mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina
oleh mereka.
Pernah suatu ketika
satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur.
Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang
janda itu. Ia dirawat di rumah sakit
pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam
sambil kubacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari
tempat aku melakukan aktivitas
sosial ku (karena aku juga masih seorang aktifis), aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika
aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam
kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga. Aku
melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku.
Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah
suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar,
tapi aku tak boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan,
“Assalammu’alaikum” dan mereka
menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh
manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup. Tangannya
melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku
menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia
punmenjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun
senyum melihat wajahnya. Lalu... Ibu nya berbicara denganku.
“Lisa, kenalkan ini
Desi teman Rendy”. Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah
mencintainya, perempuan itu bernama
Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya
juga. Aku pun langsung berjabat tangandengannya, tak banyak aku bicara di dalam
ruangan tersebut. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Aku sibuk
membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku
membersihkan mukanya, tiba-tiba adik iparku yang bernama Cintia mengajakku
keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian
aku pun menemaninya. Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, “lebih baik kau
pulang saja, ada kami yang menjaga kakak disini. Kau istirahat saja”.
Anehnya, aku tak diperbolehkan
berpamitan dengan suamiku dengan alasan dia harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih
labil. Aku berdebat dengannya
mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi
tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang
sama.
Nantinya dia akan
memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh
suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak,
suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah
sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku
tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembalidari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam
kesendirianku. Menangis mengapa
mereka sangat membenciku.
========================================
Hari itu. Aku
menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut
cintanya dibagi dengan yang lain. Pagi
itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke
taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk diayunan
favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam airmancur itu.
Aku bertanya “Ada
apa kamu memanggilku?”. Ia berkata,
“Besok aku akan menjenguk keluargaku di Barabai”. Aku menjawab, “Ia sayang,,, aku tau, aku
sudah mengemasi barang-barangmu sayang dan kamu sudah siapkan ??” “Ya tapi aku
gak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak
bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan
mama ku”, jawabnya tegas.
“Mengapa baru
sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana ?” tanya ku balik
kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru
memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah
mencarikan tiket pesawat untuknya.
“Mama minta aku
yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas. “Sekarang aku ingin seharian dengan kamu
karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan ??” lanjut nya lagi sambil
memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak
boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku
dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau
terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi
karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena
suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg
pergi dan kami juga harus berhemat dalam
pengeluaran anggaran rumah tangga kami. Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh
keluarganya harus komplit. Walaupun
begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir
justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum
kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke
Sabang, ia menatapku dan menghapus air mata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk
erat dirinya. Hati ini
bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi.
Aku hanya bias menangis karena akan
ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah
ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi. Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian
dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman
mengobrolku. Hati ini sedih akan di
tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus
menangis,,, menangisi
kepergiannya. Aku tak tahu
mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku.
Dia pasti akan selalu menelponku.
========================================
Berjauhan dengan
suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku
mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku gak terlalu kesepian
ditinggal pergi ke Barabai. Saat kami
berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di
lilit oleh tali. Gak tahan
aku menahan rasa sakit dirahimku ini,
sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan
menemaniku disana. Dokter
memvonis aku terkena kanker rahim, artinya aku tidak bisa hamil, aku menangis,,, apa yang bisa aku banggakan lagi.
Mertuaku akan
semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya
keturunan dari rahimku,,, namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.
Aku kangen pada
suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya,”kapankah ia segera
pulang?” aku tak tahu. Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia
selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu
marah-marah terhadapku.
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau
membuatnya khawatir selama ia
berada di Barabai. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Barabai, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku
pulang, hari demi hari aku hitung.
Sudah 3 minggu
suamiku di Barabai, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, hpku
berbunyi menandakan ada sms yang masuk. Kubuka
di pesan hpku, ternyata dari suamiku yang sms. Ia menulis, “aku sudah beli tiket
untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”. Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku
pendam saja ego yang tidak baik ini.
Hari yang aku tunggu pun
tiba, aku menantinya di rumah.
Sebagai seorang
istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk
menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah
komunikasi kami yang buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu
untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap
berdiri, aku membungkuk untuk
melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam
rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung
mencium tangannya tapi apa reaksinya... Masya Allah,,, ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur
tanpa bertanya kabarku. Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaannya sampai aku pun tertidur. Malam
menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan
aku pada tempat mengadu yaitu
Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasanya kami selalu berjama’ah, tapi
karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya
dan aku cium keningnya, lalu aku
sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.
========================================
Di pagi hari, aku
mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon
kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak
mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa
memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu
cepat pergi. Aku merasa ada
yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku ?? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku ??.
Aku tidak bisa diam begitu saja,
firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Cintia yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku
bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri !!!”. Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini ?? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan.
Mengapa suamiku berubah setelah
ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku. Semakin hari ia menjadi orang yang
pendiam, seakan ia telah melepas tanggungjawabnya sebagai seorang suami. Kami
hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan
mengapa pulang terlambat dan ia
bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.
Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah
dituduhnya berzina dengan mantan pacarku.
Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat pesan dari
Pondok almamaterku dulu, bahwa bagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman
yang aku pegang. Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan
prilakunya.
========================================
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung
berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru
saja berkenalan. Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun
kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiapkan segala yang
ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak
pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaanku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu
kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah,,, aku
punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku
gak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatankanku. Aku pun hanya
berobat semampuku. Sungguh,,, suami
yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing
bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan
malam usai, suamiku memanggilku.
“Ya, ada apa Kanda!” sahutku dengan memanggil nama
kesayangannya “Kanda”. “Lusa kita siap-siap ke Barabai ya.” Jawabnya tegas. “Ada apa ?? Mengapa ??”, sahutku penuh dengan keheranan. Astaghfirullah,,, suamiku yang dulu lembut tiba-tiba saja
menjadi kasar, dia membentakku.
Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami. Dia mengatakan “Kau ikut saja jangan banyak Tanya !!”
Lalu aku pun bersegera mengemasi
barang-barang yang akan dibawa ke Barabai sambil menangis, sedih karena suamiku kini gak ku kenal lagi. Dua tahun pacaran, lima tahun kami
menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh
cinta yang dihiasi foto
pernikahan kami, sekarang menjadi dingin,,, sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin
rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar,
ngomong dengan nada tinggi, suka membanting
barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya
bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku.
Kami telah sampai di Barabai, aku masih merasa lelah karena
semalaman aku tidak tidur
karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku
tidak tahu ada acara apa ini. Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah
didalam kamar tua itu, ia pun langsung
keluar bergabung dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku
membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yang berada
di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir tiba-tiba
Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggilku untuk bersegera berkumpul
diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah
besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.
Kemudian aku duduk disamping suamiku,
dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan,
aku tak berani bertanya padanya. Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan
paling berhak atas semuanya,
membuka pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah berkumpul,
nenek ingin bicara dengan kau Lisa”. Neneknya
berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam. “Ada
apa ya Nek ??” sahutku dengan penuh tanya. Nenek pun menjawab, “kau telah
bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat
tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran !!”
Aku menangis,,, untuk inikah aku diundang kemari ?? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku ?? “Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Rendy, dari dulu,,, sebelum kau menikah dengannya. Tapi Rendy anak yang keras kepala, tak mau di
atur, dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya
berbicara sangat lantang.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat
wajah suamiku yang kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.
Neneknya masih saja
berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannyadengan mimik wajah yang
sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana ?? kau dimadu atau
diceraikan?” MasyaAllah,,, kuatkan hati ini,,, aku ingin jatuh pingsan. Hati ini
seakan remuk mendengarnya, hancur
hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku. Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang
tinggal di pulau seberang sana, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.
“Lisa, jawab !!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab. Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan
tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas. “Walaupun aku tidak bisa
berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui
bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik
seorang wanita baru dirumah kami.”
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku
rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air
mataku tak sedikitpun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya
kepada suamiku, “Kanda siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti
??” Suamiku
menjawab, “Dia Desi !!” Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, “kapan pernikahannya berlangsung ?? Apa yang harus saya siapkan dalam
pernikahan ini Nek ??”.
Ayah mertuaku
menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi”. “Baiklah kalo begitu saya akan
menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus rumah kami”, setelah
berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar. Tak tahan lagi,,, air mata ini akan turun, aku berjalan
sangat cepat, aku buka pintu
kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya
menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Apakah karena ini suamiku
menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini ??.
Aku berjalan menuju
ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah
tidak cantikkah aku ini ??” Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku
yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku,
ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hamper habis,,, kepalaku sudah botak dibagian tengahnya. Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka,
ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera
memandangnya dari cermin meja
rias itu. Kami diam sejenak,
lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih Kanda, kamu memberi sahabat kepadaku. Jadi aku tak perlu
sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti, iya kan ??”.
Suamiku mengangguk sambil melihat
kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan
salah memakai shampo. Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek ??” dan ia sudah tak memanjakankulagi.
Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk !!”. “Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku
tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan
aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun
ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Barabai juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang
sangat memanjakan aku atas rasa saying dan cintanya itu.
========================================
Malam sebelum hari pernikahan suamiku,
aku menulis curahan hatiku di laptopku. Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku
melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat
suamiku yang sedang tidur
pulas. Apa salahku ?? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku save di my document yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan
telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri
didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa
melihat sinarnya lagi. Aku
berdiri sangat lama,,, lalu
suamiku yang telah siap dengan
pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku. “Apakah kamu
sudah siap ??”.
Kuhapus airmata
yang menetes diwajahku sambil berkata : “Nanti
jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini,
cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk
ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu
lakukan padaku dulu. Lalu
setelah itu,,,”
perkataanku terhenti karena tak sanggup
aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak. Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda ??”.
Aku kaget mendengar
kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan
mata yang berbinar-binar,,, “bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan ??”
pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar. Dia mengangguk dan berkata, “baik Bunda
akan Kanda ulangi, lalu apa Bunda ??”sambil ia mengelus wajah dan menghapus
airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya
sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, “kita liat saja nanti ya !!”. Dia memelukku dan berkata, “Bunda
adalah wanita yang paling kuat yang Kanda temui”. Kemudian
ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Kanda, apakah ini akan segera berakhir ?? Kanda kemana saja ?? Mengapa Kanda berubah ?? Aku kangen sama Kanda ?? Aku kangen belaian kasih sayang Kanda ?? Aku kangen dengan manjanya Kanda ?? Aku kesepian Kanda ?? Dan satu hal lagi yang harus Kanda tau, bahwa aku
tidak pernah berzinah !!
Dulu,,, waktu awal kita
pacaran, aku memang belum bisa
melupakannya, setelah 4 bulan bersama Kanda baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku
cari. Bukan berarti aku pernah berzina Kanda.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku
sambil berkata ”Aku minta maaf Kanda, telah membuatmu susah”. Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia
hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku
menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku
sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, “Bunda baik-baik saja kan ?? ” tanyanya dengan penuh khawatir. Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan
melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik. Aku hanya tak bisa bicara sekarang, karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia
khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun
dimulai. Aku duduk diseberang suamiku. Aku
melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Kanda jangan !!”, tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat
mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia,
tante yang baik itu,memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati
ini. Ya,,, aku kuat.
Gak sanggup aku melihat mereka duduk
bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku
dengan tatapan sangat aneh, mungkin
melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu,,, hatiku menangis. Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu
saja. Tak mencucikakinya, aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini ??
Sementara itu Desi disambut hangat di
dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dulu yang
di musuhi. Malam ini aku tak bisa
tidur, bagaimana bias ??
Suamiku akan tidur dengan perempuan
yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin
sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur di sofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah,,, suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia
ternyata tidur di sofa, aku duduk di sofa itu sambil menghelus wajahnya yang
lelah, tiba-tiba ia memegang
tangan kiriku, tentu saja aku kaget. “Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu.
Aku tersenyum dan megajaknya sholat
lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena
ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta,
biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”.
Aku menatapnya
dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur
ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya
Allah,,, apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku
sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi,,, masih bisakah engkau ijinkan aku untuk
merasakan kehangatan dari suamiku
yang telah hilang selama 2 tahun ini.
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus ??” Aku
menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan. Aku pun berkata, “Kanda kenapa tidak tidur dengan Desi ??”. “Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu
lagi. Kamu sudah sering terluka
oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.
Lalu suamiku
berkata, “Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda, selama Kanda di Barabai,
Kanda dengar kalau bunda tidak tulus mencintai Kanda, Bunda seperti mengejar
sesuatu, seperti mengejar harta Kanda dan satu lagi,,, Kanda pernah melihat sms
Bunda dengan mantan pacar Bunda dimana isinya kalau Bunda gak mau berbuat
“seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Kanda
ingin ngomong tapi takut Bunda tersinggung dan Kanda berpikir kalau Bunda
pernah tidur dengannya sebelum Bunda bertemu Kanda, terus Kanda dimarahi oleh
keluarga Kanda karena Karena terlalu memanjakan Bunda”.
Hati ini sakit
ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan didirinya, hanya
karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku
mencintai pasangan seumur hidupku ini. Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan
itu kan. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku Kanda,
jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu ?? Padahal banyak
lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku
tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu”.
Entah aku harus bahagia atau aku harus
sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan
suamiku dan berusaha memaafkannya
beserta sikap keluarganya juga. Karena
aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
========================================
Keesokan harinya,,,
ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku
sakit sekali,,, aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung
menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit. Dari kejauhan aku mendengar suara zikir
suamiku. Aku merasakan tanganku basah. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah
suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku dengan erat,,, dan mengatakan, “Bunda, Kanda minta maaf...” Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia
tahu apa yang terjadi padaku ?? Aku berkata dengan suara yang lirih, “Kanda,,, Bunda ingin pulang,,, Bunda ingin bertemu
kedua orang tua Bunda,
anterin Bunda ke sana ya Kanda”. “Kanda jangan berubah lagi ya !! Janji
ya... !!! Bunda sayang banget sama Kanda”.
Tiba-tiba saja
kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa
bergerak lagi,,, aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajah
tampannya yang berlinangan air mata. Sebelum
mata ini tertutup, kulafazkan
kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat
suamiku punya pengganti diriku,,, aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan
duka. Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai
kami menikah.
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah
nafasku. Untuk Ibu mertuaku :
“Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup di dalam hati anakmu, ketahuilah Ma,,, Dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami.
Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma ?? Mengapa engkau sangat cemburu padaku
Ma ?? Rendy tetap milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi
mengapa kau bencidiriku. Dengan
Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya”.
========================================
Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan
istriku : Kanda, mengapa keluargamu sangat membenciku ?? Aku dihina oleh mereka. Mengapa mereka bisa baik
terhadapku pada saat ada dirimu ?? Pernah suatu ketika aku bertemu Cintia di
jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah
ketidaksukaannya. Sangat
terlihat Kanda. Tapi ketika
engkau bersamaku, Cintia
sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti
itu ayah ??.
Aku tak bisa
berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, gak
ada gunanya. Aku diusir dari rumah sakit, Aku tak boleh merawat suamiku. Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku. Tiap hari ia datang ke rumah sakit
bersama mertuaku.
Aku sangat marah,,, jika aku membicarakan hal ini pada
suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya. Aku tak mau sakit hati lagi... Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku...
Engkau Maha Adil. Berilah keadilan ini padaku. Ya Allah... Kanda sudah berubah,
Kanda sudah gak sayang lagi pada ku. Aku berusaha untuk mandiri Kanda, aku tak
akan bermanja-manja lagi padamu.
Aku kuat Kanda dalam kesakitan ini. Lihatlah Kanda,,, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku. Aku bisa melakukan ini semua sendiri Kanda. Besok suamiku akan menikah dengan
perempuan itu. Perempuan yang aku
benci, yang aku cemburui. Tapi
aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri. Kanda,,, sebenarnya aku gak mau diduakan olehmu. Mengapa
harus Desi yang menjadi sahabatku ?? Kanda,,, aku masih gak rela. Tapi aku harus ikhlas
menerimanya. Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja
aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih
sayangnya yang terakhir sebelum ajal ini menjemputku. Kanda,,, aku kangen Kanda.
========================================
Dan kini aku telah membawamu ke orang
tuamu Bunda. Aku akan mengunjungimu sebulan sekali
bersama Desi di Pulau ini. Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar
yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri. Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur. Bunda
akan selalu hidup dihati Kanda.
Bunda... Desi gak
sepertimu, yang gak pernah marah. Desi sangat berbeda denganmu, ia gak pernah
membersihkan telingaku, rambutku gak pernah di creambathnya, kakiku pun tak
pernah dicucinya. Kanda menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu
sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu.
Seandainya Kanda gak
menelantarkan Bunda, mungkin Kanda masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda
yang halus. Sekarang Kanda sadar, bahwa Kanda sangat membutuhkan bunda.
Bunda, kamu wanita yang paling tegar
yang pernah kutemui. Aku menyesal
telah asik dalam ke-egoanku. Bunda,,, maafkan Kanda... Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu
terlihat ditidurmu yang panjang. Maafkan
aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu mengiyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau difitnah
oleh keluargaku, aku percaya begitu saja.
Apakah Bunda akan mendapat pengganti Kanda di surga sana ?? Apakah Bunda tetap menanti Kanda di sana ?? Tetap setia di alam
sana ?? Tunggulah Kanda disana Bunda... Bisakan ?? Seperti Bunda menunggu Kanda di sini. Aku mohon... Kanda Sayang Bunda.
Gimana teman-teman
cerpennya ?? asyik gak ??. wah pada sedih ya membacanya ?? jangan terlarut
dalam kesedihannya yah... Ingat pesan Q.S al-Hadid ayat 22 yang artinya : “Setiap bencana yang menimpa
di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab
(Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi
Allah.” Juga dalam sebuah hadits : “Tidaklah seorang mukmin ditimpa suatu
keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, gangguan dan kesusahan, sampai duri
yang menusuknya sekalipun, kecuali Allah menghapus dengannya kesalahan-kesalahannya”.
(Al-Bukhari dan Muslim). Wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar